Pertanian Agroforestry Memadukan Kebutuhan Ekonomi dan Ekologi

Pertanian agroforestry merupakan sistem pengelolaan lahan yang mengintegrasikan pohon dengan tanaman pertanian atau ternak dalam satu kawasan yang terintegrasi. Konsep ini bukanlah hal baru di negara kita. Konsep ini telah diterapkan secara tradisional oleh nenek moyang kita dan masih terus digunakan oleh masyarakat adat selama berabad-abad. Namun sejak benih unggul dan pupuk kimia dipergunakan dalam sistem pertanian kita menyebabkan banyak petani berubah menyadi petani yang mengembangkan tanaman yang seragam atau homogen. Adanya investasi juga memperburuk keadaan, banyak hutan di tebang dan dirambah untuk dijadikan kebun skala besar.

Tidak hanya pada lahan-lahan mineral dan datar, tanah gambut dan lahan curam juga banyak digunduli demi alasan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menyebabkan kita kehilangan banyak tutupan hutan dan meningkatnya gas rumah kaca yang berimbas pada perubahan iklim. Saat ini pemerintah telah merancang program pemanfaatan 20 juta hektar hutan cadangan untuk dijadikan tempat pertanian dengan sistem agroforestry, dengan mengombinasikan tanaman pangan seperti padi dan jagung dengan pohon berkayu seperti jati dan sengon dan tanaman buah-buahan.

Salah satu keunggulan utama pertanian agroforestry adalah kemampuannya dalam mencegah degradasi lahan dan menjaga tutupan hutan. Berbeda dengan sistem monokultur yang sering kali menyebabkan deforestasi besar-besaran, sistem agroforestry justru memungkinkan lahan tetap produktif tanpa harus membuka hutan baru. Studi yang dilakukan di Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi menunjukkan bahwa petani yang menerapkan agroforestri mengalami peningkatan pendapatan sebesar 38-76%. Ini membuktikan bahwa produktivitas ekonomi dapat tetap terjaga tanpa mengorbankan kelestarian hutan.

Dikutip dari halaman Badan Perakitan dan Modernisasi pertanian, sitem pertanian agroforestry selain menjaga keanekaragaman hayati, agroforestry juga memiliki kontribusi besar dalam mitigasi perubahan iklim. Pohon-pohon dalam sistem agroforestry mampu menyerap karbon dioksida 2-4 kali lebih banyak dibandingkan dengan perkebunan monokultur. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa lahan agroforestri di daerah tropis mampu memulihkan 50% biomassa hutan alami dalam kurun waktu 20 tahun. Dengan demikian, sistem ini menjadi salah satu solusi efektif dalam mengurangi emisi karbon dan memperlambat laju perubahan iklim global.

Keuntungan lain dari agroforestry adalah meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat. Petani tidak hanya bergantung pada satu jenis hasil pertanian, tetapi dapat memperoleh keuntungan dari berbagai sumber, seperti kayu, buah, dan tanaman pangan lainnya. Diversifikasi ini sangat penting, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Dengan adanya proyeksi penurunan pasokan komoditas perkebunan pada tahun 2025, penerapan agroforestri dapat menjadi strategi utama untuk menjaga stabilitas ekonomi pedesaan sekaligus memastikan ketahanan pangan di Indonesia.

Dengan manfaat ekologis dan ekonomi yang signifikan, agroforestri menawarkan solusi berkelanjutan dalam menghadapi tantangan deforestasi, perubahan iklim, dan ketahanan pangan. Diperlukan dukungan lebih lanjut dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk memperluas implementasi agroforestri agar manfaatnya dapat dirasakan secara lebih luas dan berkelanjutan.

Guna mendukung dan mendorong petani kembali menggunakan sistem agroforestry, saat ini Yayasan Perri memiliki program berbgai bibit pohon. Selama periode Agustus-Oktober 2025 ini Yayasan Perri telah membagikan 400 bibit pohon kepada para petani kecil di kabupaten Langkat. Bibit-bibit pohon ini akan mereka tanam di lahan-lahan mereka yang tidak luas. Adapun jenis bibit pohon yang telah dibagikan diantaranya; bibit Kakao, Petai, Alpukat, Durian, Kulit Manis, ketapang kencana, dan lain-lain. Pada bagian sela nantinya akan mereka tanami dengan singkong, jagung, ataupun tanaman sayur-sayuran.

ARTIKEL LAINNYA